Nesia.Top 20 April 2024 -Koperasi Simpan Pinjam (KSP), Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS), dan Unit Simpan Pinjam (USP), Unit Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Koperasi (USPPS), sebagai lembaga yang menghimpun dan menyalurkan dana dari dan kepada anggotanya tentu memiliki beberapa risiko, termasuk risiko keuangan. Risiko-risiko keuangan ini dapat berupa pinjaman yang gagal bayar, pinjaman fiktif, kecurangan atau fraud, serta money laundry atau pencucian uang. Penting bagi Pengurus/Pengelola KSP/KSPPS dan USP/USPPS untuk memahami risiko-risiko keuangan ini agar dapat mengidentifikasinya dan mengurangi dampak yang mungkin terjadi ketika risiko-risiko tersebut benar-benar terjadi.
Untuk meminimalisir risiko keuangan yang muncul, Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) telah mengeluarkan Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Permenkop UKM) Nomor 8 Tahun 2023 tentang Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi. Peraturan ini telah ditetapkan pada tanggal 16 Juni 2023 dan diumumkan di Jakarta pada 20 Juni 2023. Peraturan ini bertujuan untuk memberikan pedoman dan aturan yang jelas dalam mengelola usaha simpan pinjam oleh koperasi. Dengan adanya peraturan ini, diharapkan risiko keuangan yang muncul dapat diminimalisir dan diantisipasi dengan lebih baik oleh KSP, KSPPS, USP, dan USPPS.
Dalam menjalankan kegiatan usaha simpan pinjam, KSP, KSPPS, USP, dan USPPS perlu memperhatikan risiko keuangan yang dapat timbul. Risiko-risiko tersebut meliputi pinjaman yang gagal bayar, pinjaman fiktif, kecurangan atau fraud, serta money laundry atau pencucian uang.
Pendaftaran dan pelaporan dilakukan oleh koperasi setelah mendapatkan izin usaha simpan pinjam. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi risiko keuangan. Peraturan Menteri Koperasi dan UKM mengatur tentang kewajiban untuk memantau rekening dan transaksi yang dilakukan oleh anggota dan koperasi lain. Ketentuan ini dijelaskan dalam Pasal 82 ayat (1), yang menyatakan bahwa KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi harus melakukan pemantauan terhadap rekening dan transaksi yang dilakukan oleh anggota dan koperasi lain.
Selain itu, dalam ayat (2), KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi dilarang melakukan transaksi dengan anggota dan koperasi lain yang tidak memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan. Hal ini bertujuan untuk menjaga keamanan dan keberlanjutan kegiatan usaha koperasi.
KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi memiliki kewajiban untuk melaporkan setiap transaksi yang dianggap mencurigakan. Pelaporan ini harus dilakukan dalam waktu tiga hari kerja setelah mengetahui adanya indikasi transaksi keuangan yang mencurigakan. Hal ini diatur dalam Pasal 87 ayat (1) yang menyatakan bahwa KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi harus menyampaikan laporan transaksi keuangan mencurigakan kepada lembaga yang bertanggung jawab dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Ayat (2) menjelaskan bahwa pelaporan tersebut harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selain itu, Permenkop UKM juga mengatur tentang kewajiban melaporkan transaksi keuangan tunai di atas Rp500 juta. Laporan ini harus disampaikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Dengan adanya aturan ini, diharapkan dapat mencegah terjadinya tindak korupsi dan pencucian uang yang melibatkan KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi. Pelaporan transaksi keuangan yang mencurigakan dan transaksi keuangan tunai di atas Rp500 juta merupakan langkah yang penting dalam menjaga integritas dan transparansi dalam kegiatan operasional koperasi.
Untuk dapat melakukan pemantauan terhadap rekening dan transaksi tersebut, Pasal 84 menjelaskan bahwa KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi harus memiliki sistem pencatatan yang dapat mengidentifikasi, menganalisis, memantau, dan menyediakan laporan secara efektif mengenai karakteristik transaksi yang dilakukan oleh anggota dan koperasi lain. Dengan adanya sistem pencatatan yang baik, koperasi dapat lebih mudah mengawasi dan mengontrol aktivitas keuangan yang dilakukan oleh anggota dan koperasi lainnya.
Aturan tersebut diatur dalam Pasal 88 ayat (1), KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi harus melaporkan transaksi keuangan tunai yang melebihi Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah) kepada lembaga yang bertugas mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Dalam ayat (2) KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi juga harus melaporkan transaksi keuangan yang mencurigakan kepada lembaga yang bertugas mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang.
Ketentuan tersebut bertujuan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang yang dapat merugikan perekonomian negara. Dengan melaporkan transaksi keuangan yang mencurigakan atau melebihi batas tertentu, lembaga yang berwenang dapat melakukan investigasi lebih lanjut untuk mengungkap kasus-kasus pencucian uang yang terjadi di dalam koperasi. Hal ini penting untuk menjaga integritas dan kepercayaan masyarakat terhadap sektor koperasi.
Sebagai bagian dari upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, KSP/KSPPS dan USP/USPPS Koperasi harus mematuhi ketentuan ini. Mereka harus secara aktif melaporkan transaksi keuangan yang mencurigakan atau melebihi batas tertentu kepada lembaga yang berwenang. Dalam hal ini, lembaga yang berwenang akan melakukan analisis terhadap laporan-laporan tersebut dan mengambil tindakan yang diperlukan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Dengan demikian, kerjasama antara koperasi dan lembaga yang berwenang sangat penting dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.