Nesia.Top, 22 April 2024 - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa komoditas logam mulia dan perhiasan/permata memberikan kontribusi terbesar dalam peningkatan nilai ekspor pada bulan Maret 2024, yakni sebesar 925,8 juta dolar AS. Hal ini disampaikan oleh Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti, yang menyatakan bahwa ekspor produk industri pengolahan mengalami kenaikan sebesar 21,45 persen, yang didorong oleh peningkatan ekspor logam dasar mulia.
Selain itu, ekspor produk pertanian, kehutanan, dan perikanan juga mengalami peningkatan sebesar 16,08 persen, yang disumbang oleh kenaikan ekspor sarang burung. Amalia menekankan bahwa komoditas logam mulia dan perhiasan/permata menjadi yang paling signifikan dalam peningkatan nilai ekspor dibandingkan bulan Februari 2024, dengan persentase kenaikan mencapai 206,58 persen.
Pernyataan tersebut disampaikan Amalia di Jakarta pada hari Senin. Data yang diungkapkan oleh BPS menunjukkan bahwa sektor ekspor Indonesia mengalami pertumbuhan yang positif, terutama dari komoditas logam mulia dan perhiasan/permata serta produk pertanian, kehutanan, dan perikanan. Hal ini memberikan gambaran mengenai potensi ekspor Indonesia di sektor-sektor tersebut pada bulan Maret 2024.
Amalia menjelaskan bahwa nilai ekspor Indonesia pada bulan Maret 2024 mencapai 22,43 miliar dolar AS, mengalami kenaikan sebesar 16,40 persen dibandingkan dengan ekspor pada bulan Februari 2024. Namun, jika dibandingkan dengan bulan Maret 2023, terjadi penurunan sebesar 4,19 persen.
Nilai ekspor nonmigas pada bulan Maret 2024 mencapai 21,15 miliar dolar AS, mengalami kenaikan sebesar 17,12 persen dibandingkan dengan bulan Februari 2024. Namun, jika dibandingkan dengan bulan Maret 2023, terjadi penurunan sebesar 4,21 persen.
Lebih lanjut, peningkatan ekspor pada bulan Maret 2024 dibandingkan dengan bulan Februari 2024 disebabkan oleh meningkatnya ekspor nonmigas sebesar 17,12 persen dari 18,05 miliar dolar AS menjadi 21,14 miliar dolar AS. Selain itu, ekspor migas juga mengalami kenaikan sebesar 5,62 persen dari 1,21 miliar dolar AS menjadi 1,28 miliar dolar AS.
Nilai ekspor Indonesia pada periode Januari-Maret 2024 mencapai 62,20 miliar dolar AS, mengalami penurunan sebesar 7,25 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2022. Sementara itu, ekspor nonmigas secara kumulatif mencapai 58,30 miliar dolar AS, mengalami penurunan sebesar 7,53 persen. Penurunan ini menunjukkan adanya tantangan dan kendala yang dihadapi oleh sektor ekspor Indonesia dalam menghadapi situasi ekonomi global yang tidak stabil.
Penurunan nilai ekspor Indonesia tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah adanya penurunan permintaan dari negara-negara tujuan ekspor akibat perlambatan ekonomi global. Selain itu, fluktuasi nilai tukar mata uang juga dapat mempengaruhi nilai ekspor Indonesia. Apabila nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menguat, maka nilai ekspor dalam dolar AS akan turun meskipun volume ekspor tetap sama.
Untuk mengatasi penurunan nilai ekspor ini, pemerintah perlu melakukan langkah-langkah strategis. Salah satunya adalah dengan meningkatkan diversifikasi produk ekspor Indonesia agar tidak terlalu bergantung pada komoditas tertentu. Selain itu, pemerintah juga perlu terus mendorong peningkatan kualitas dan daya saing produk ekspor Indonesia agar dapat bersaing di pasar internasional. Dengan demikian, diharapkan nilai ekspor Indonesia dapat kembali meningkat dan memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap pertumbuhan ekonomi negara.