Kompleks Makam Pajimatan Imogiri menjadi tujuan populer bagi wisatawan dan pecinta sejarah

. Makam Raja Pajimatan Imogiri terletak di Dusun Pajimatan, Girirejo, Imogiri, Bantul. Lokasi makam ini kurang lebih 17 kilometer sebelah selatan pusat kota Yogyakarta. Kompleks makam ini terletak di puncak Bukit Merak dengan ketinggian 85 meter di atas permukaan laut. Letak makam yang berada di atas bukit memberikan pemandangan yang indah.




sumber: jogjacagar.jogjaprov.go.id


Kompleks Makam Pajimatan Imogiri terdiri dari makam raja-raja keturunan Mataram, mulai dari zaman Mataram Islam hingga masa kerajaan terpecah menjadi Yogyakarta dan Surakarta. Makna historis dari kompleks makam ini sangat besar, karena mewakili kekayaan warisan budaya dan garis keturunan kerajaan Mataram. Pengunjung situs ini dapat menyaksikan kemegahan dan keindahan arsitektur makam yang mencerminkan kejayaan masa lalu.

Lingkungan kompleks Makam Pajimatan Imogiri yang tenang dan indah menjadikannya tujuan populer bagi wisatawan dan penggemar sejarah. Letak makam yang ditinggikan menawarkan panorama kawasan sekitar, menciptakan suasana tenang bagi pengunjung untuk menelusuri dan mengapresiasi peninggalan sejarah kerajaan Mataram. Detail rumit dan desain makam menampilkan keahlian dan seni masa lalu, menjadikannya situs yang wajib dikunjungi bagi mereka yang tertarik dengan sejarah dan budaya Indonesia.

Nama “Pajimatan” berasal dari kata “jimat” yang berarti sesuatu yang memiliki kekuatan untuk melindungi dari berbagai kekuatan negatif. Oleh karena itu, jika kata “pajimatan” digunakan untuk menamai kompleks pemakaman ini, maka dapat diartikan sebagai tempat peristirahatan terakhir para Raja Mataram yang diyakini memiliki kesaktian dan dapat melindungi Kerajaan Mataram dari berbagai unsur negatif yang dapat mengancam. keamanannya. Selain itu, nama Pajimatan juga digunakan untuk menyebut desa yang terletak di bawah kompleks pemakaman. Penduduk desa ini merupakan abdi dalem Keraton Yogyakarta dan Surakarta yang bertugas mengelola Kompleks Pemakaman Pajimatan Imogiri.

Pembangunan Kompleks Pemakaman Pajimatan Imogiri diprakarsai oleh Sultan Agung. Sejak pusat pemerintahan Mataram dipindahkan dari Kotagede ke Kerto pada tahun 1540 Saka (1616 M), Sultan Agung berencana membangun tempat pemakaman di luar Makam Hastorenggo (Kotagede) sebagai makam leluhurnya. Banyak mitos seputar pembangunan kompleks pemakaman ini. Salah satu mitosnya menceritakan bagaimana Sultan Agung memilih lokasi makam dengan cara menggenggam pasir dan melemparkannya. Di mana pun pasir itu jatuh, di situlah ia ingin dikuburkan.

Awalnya, pasir yang dilempar jatuh di kawasan Giriloyo. Sultan Agung awalnya membangun makamnya di kawasan itu. Namun pada masa pembangunannya, paman Sultan Agung sekaligus pengawas pembangunan Makam Giriloyo, Panembahan Juminah (Sultan Cirebon), meninggal dunia dan dimakamkan di Giriloyo. Akhirnya Sultan Agung kembali melemparkan pasir tersebut dan jatuh ke Bukit Merak, tempat ia kemudian membangun makamnya.

Babad Momana menyebutkan bahwa pembangunan Kompleks Makam Imogiri dimulai pada tahun 1554 Saka (1632 M) dan selesai pada tahun 1566 Saka (1645 M). Pemanfaatan makam pertama kali pada tahun 1568 Saka (1644 M) saat Sultan Agung mangkat. Sejak saat itu, Kompleks Makam Imogiri digunakan sebagai tempat pemakaman Raja Mataram dan keturunannya. Secara keseluruhan, Kompleks Makam Imogiri terbagi menjadi delapan bagian yang disebut Astan/Kedhaton. Kedelapan Astana tersebut adalah: Astana Sultan Agungan, Astana Paku Buwanan, Astana Suwargan, Astan Besiyaran, Astana Saptorenggo, Astana Kaswargan, Astana Kaping Sangan, dan Astan Kaping Sedasan.

Di Astana Sultan Agungan dan Astana Paku Buwanan terdapat makam para raja yang memerintah Mataram sebelum kerajaan terpecah menjadi dua. Di Astana Sultan Agungan terdapat makam Sultan Agung dan Susuhunan Amangkurat II (Amral). Di Astana Pakubawanan terdapat makam Susuhunan Paku Buwana I (Pangeran Puger), Susuhunan Amangkurat IV, dan Susuhunan Paku Buwana II.

Enam Astana lainnya terbagi menjadi dua bagian, satu untuk raja-raja Surakarta yang terletak di sayap barat dan satu lagi untuk raja-raja Yogyakarta yang terletak di sayap timur. Astana Kasunanan Surakarta adalah Astana Kasuwargan yang berisi makam Susuhunan Paku Buwana III, IV, dan V. Di Astana Kaping Sangan terdapat makam Susuhunan Paku Buwana VI, VII, VIII, dan IX. Di Astan Kaping Sedasan terdapat makam Susuhunan Paku Buwana X, XI, dan XII. Adapun Astana Kasultanan Yogyakarta adalah Astana Suwargan yang menjadi tempat makam Sultan Hamengku Buwana I dan III. Selain itu, di Astan Besiyaran juga terdapat makam Sultan Hamengku Buwana IV, V, dan VI. V, dan VI. Di Astana Saptorenggo terdapat makam Sultan Hamengku Buwono VII, VIII dan IX.

Perbedaan Astana di Antara Astana dipisahkan oleh dinding dengan pintu masuk berbentuk gerbang. Selain tembok keliling yang memisahkan Astana, terdapat juga tembok di dalam Astana yang berfungsi sebagai pembatas halaman Astana. Pembagian pelataran ini bertujuan untuk memisahkan area sakral dan non sakral. Setiap Astana terbagi menjadi beberapa halaman, dengan halaman paling belakang (paling atas) merupakan halaman paling suci karena berisi makam para raja. Halaman-halamannya dihubungkan oleh tangga dan pintu gerbang yang disebut paduraksa dan candi bentar.

Kompleks makam secara garis besar dibagi menjadi tiga bagian: a. Astana Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Makam raja-raja Surakarta terbagi menjadi empat hastana; C. Sayap kanan (timur) merupakan makam raja-raja Yogyakarta Hadiningrat. Makam raja-raja Yogyakarta terbagi menjadi tiga hastana. Sebaiknya Dinas Kebudayaan DIY mempunyai cetak biru, denah lokasi, atau tata ruang kompleks makam ini. Sebab, seiring berjalannya waktu, kompleks makam tersebut akan terus berkembang, dan dengan adanya data digital akan memudahkan pendokumentasiannya.

#buttons=(Ok, Go it!) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn more
Ok, Go it!